Pandemi yang terjadi sejak Maret 2020 mengubah segalanya. Rapat atau meeting yang semula bisa dilakukan dengan tatap muka langsung, terpaksa beralih menggunaakn Zoom atau media virtual lainnya. Konsekuensi yang nyata terjadi adalah terjadinya Zoom fatigue.
Sayangnya, solusi dari rasa lelah fisik dan mental ini tak sesederhana mematikan layar video atau mengurangi meeting virtual. Jauh lebih kompleks. Lebih parahnya lagi, riset membuktikan bahwaburnout ini berdampak lebih parah pada perempuan ketimbang laki-laki.
Zoom fatigue bagi ibu hamil
Stanford University punya penelitian yang baru dirilis pada awal April 2021 lalu. Isinya, perempuan mengalami Zoom fatigue lebih signifikan ketimbang laki-laki. Masalahnya terletak pada mekanisme rapat virtual semacam Zoom ini yang berbeda dengan interaksi langsung karena:
Pada rapat yang idealnya dilakukan dengan kontak langsung, terjadi interaksi tidak natural karena semua orang menatap ke arah satu sama lain. Fenomena ini disebut dengan “hyper gaze”.
Dari perspektif evolusi, ketika seseorang berada sangat dekat dan menatap Anda, secara alami berarti dua hal: akan berpasangan atau bertengkar. Intinya, kondisi ini meningkatkan stres karena setiap individu harus terus menerus waspada.
Bagi ibu hamil, kondisi ini bisa menambah stres yang sudah muncul akibat fluktuasi hormon. Stres yang terus menerus terjadi ditambah dengan perubahan fisik ketika janin berkembang, akan membuat dampak ini jauh lebih signifikan.
Begitu signifikannya akibat dari Zoom fatigue, para peneliti sampai membuat Zoom Exhaustion and Fatigue Scale (ZEF scale). Dalam indikator ini, ada 5 jenis lelah yang terjadi ketika seseorang terus menerus terlibat dalam meeting virtual.
Kelima jenis rasa lelah itu diklasifikasikan menjadi:
Dalam survei tim peneliti Géraldine Fauville dan Jeffrey Hancock terhadap lebih dari 10.000 partisipan, perempuan dari segala usia memiliki skor lebih tinggi pada kelima jenis kelelahan itu. Jumlahnya bahkan mencapai 14%.
Mirror anxiety adalah fenomena psikologis ketika seseorang merasa cemas berlebih bahkan depresi ketika harus terus menerus melihat wajahnya sendiri di monitor. Hal ini menambah beban kognitif yang harus diproses otak dalam menuntaskan suatu pekerjaan.
Ketiga hal di atas terjadi lebih signifikan pada perempuan, apalagi ibu hamil. Belum lagi tuntutan untuk tetap tampil prima di depan monitor sementara kondisi fisik mungkin tidak memadai.
Contohnya ketika merasa tidak letih karena morning sickness namun harus hadir dalam rapat virtual, ini menjadi beban tersendiri bagi ibu hamil. Dalam konteks biasa, mungkin bisa saja ibu hamil izin sebentar untuk beristirahat. Namun saat mengikuti rapat virtual, rasanya bagaikan semua mata jusru tertuju pada Ibu.
Bagaimana mengatasinya?
Dibandingkan dengan rapat virtual sepenting apapun, kesehatan mental dan fisik tetap menjadi prioritas. Oleh sebab itu, sah-sah saja bagi Ibu untuk melakukan beberapa hal berikut:
Wajar ketika Ibu merasa cemas dan takut terhadap segala perubahan fase kehamilan di masa pandemi ini. Sadari apa sumber kecemasan dan alihkan fokus pada pernapasan dan tubuh Ibu.
Syukuri bahwa saat ini Ibu dalam kondisi baik, sehat, bernapas, dan tengah mengandung makhluk menakjubkan di dalam perut. Tetap semangat ya Ibu, Anda tidak sendiri menjalani kehamilan hingga persalinan di masa pandemi ini.
Ibu telah melakukan hal yang menakjubkan. Mengandung, melahirkan, hingga menyusui anggota baru keluarga Ibu adalah karunia luar biasa yang bisa menjadi sumber pikiran positif dan menenangkan.
Sumber:
New York Times. https://www.nytimes.com/2021/04/13/us/zoom-fatigue-burn-out-gender.html?auth=login-google1tap&login=google1tap
Social Science Research Network. https://papers.ssrn.com/sol3/papers.cfm?abstract_id=3820035
The Conversation. https://theconversation.com/pregnancy-during-a-pandemic-the-stress-of-covid-19-on-pregnant-women-and-new-mothers-is-showing-142466
Washington Post. https://www.washingtonpost.com/lifestyle/2020/05/11/pregnancy-stress-coronavirus/